Author: Livie Hirasawa Yl
"Aku berharap ini hanya mimpi buruk..
Keluar dari kegelapan yang menyelimutiku..
Aku ingin segara bangun….
Tapi ini bukan mimpi……."
Seorang gadis duduk di sebuah kursi besi, badannya kurus dan wajahnya pucat. Rambutnya yang kecoklatan awut-awutan tidak terurus, sorot matanya sangat menyedihkan. Tidak akan ada yang menyangka dulunya dia gadis yang cantik, tangannya di borgol dan kakinya bergetar, perasaannya kalut seperti sedang di kejar-kejar sesuatu. Dua orang pria duduk di depannya, mereka di batasi sebuah meja kayu yang rapuh dan di makan rayap. Mereka terus menatap gadis itu, satunya memandang bengis pada gadis itu, satunya lagi seperti merasa kasihan. Gadis itu menatap kipas angin yang berputar di atas kepalanya, kipas itu sudah berdebu.
“Nona Yoshioka Yui, mengapa anda masih tidak ingin mengaku?” tanya pria yang berbadan besar dan berwajah sangar.
Gadis itu tidak menjawab, hanya terus menatap baling-baling kipas itu. Air matanya mulai menetes lagi.
“Jawab!!!!”
Pria itu mulai hilang kesabarannya dan meninju meja, meja yang rapuh itu sepertinya sebentar lagi akan remuk terkena hantaman pria besar itu.
“Sudah aku bi..lang, bukan..bu..kan aku yang me..la..ku..kannya.” kata gadis itu terbata-bata sambil terisak.
“Kau terlalu kasar padanya.” Kata pria kurus tinggi yang duduk di sebelah pria besar itu.
“Aku tidak tahan!!! Kau saja yang menanyai dia!!”
Pria besar itu bangkit dari duduknya dan menatap dinding, mencoba menahan emosi. Pria kurus tinggi itu menatap gadis yang di depannya dan tersenyum.
“Nona, lebih baik kau mengaku. Aku tahu kau masih muda, cantik, dan berbakat. Tapi kau terbukti bersalah, jika kau tidak mengakui kesalahanmu, hukumanmu akan lebih berat.”
Gadis itu menggelengkan kepalanya, berusaha menahan air matanya yang ingin jatuh lagi.
“Bukan aku yang melakukannya sungguh, aku tidak bersalah.” Kata gadis itu.
“Lalu?, apa kau akan bilang lagi kalau hantu yang membunuh mereka!!!” kata pria berbadan besar.
“Itu benar, tolonglah percaya padaku. Hantu Aoi yang membunuh mereka. Tidak mungkin aku akan membunuh orangtua dan pacarku sendiri.”
“Mohon percaya padaku..” gadis itu menatap penuh harap pada dua pria yang ada di depannya.
Mereka tidak akan pernah percaya padamu…
Sebuah suara yang tak asing lagi berbisik di telinga gadis itu. Gadis itu mengepalkan tangannya, mulai ketakutan saat suara itu mulai mengusiknya lagi.
Kau ingin mengatakan pada mereka kalau aku yang membunuh ha..ha…ha..
Mereka akan berpikir kau sudah gila…
Tidak ada akan yang pernah percaya padamu Yui ha..ha..ha…
Suara tawa itu makin keras dan berdengung di kepala gadis itu. Gadis itu merasa kepalanya akan meledak.
“Hantikan!!!Tidak!!!!!!!!” gadis itu berteriak.
“Ah!!!!!!!!!, jagan ganggu aku!!!!!” gadis itu berteriak histeris seperti hilang kesadaran.
“Bawa dia kembali ke selnya.” Kata pria berbadan besar.
Dua orang pria lainnya masuk ke ruangan itu, dan membawa gadis itu kembali ke selnya.
“Tolong selamatkan aku, dia terus mengangguku.” Gadis itu terus menangis.
“Kau adalah gadis gila.” Kata salah satu pria yang membawanya.
“Aku tidak gila, tolong percaya padaku.”
Salah satu pria mendorong gadis itu hingga masuk kembali ke dalam sel, lalu pintu berjeruji besi itu menutup.
“Tolong selamatkan aku, aku mohon!!!!” gadis itu berteriak.
Tapi mereka tidak peduli pada gadis yang mereka pikir sudah gila, mereka meninggalkan gadis itu. Gadis itu meringkuk di sudut sel, dan suara bisikan itu muncul lagi.
Tidak akan ada yang menolongmu ha..ha..ha…
-----
Pintu masuk Budokan sudah mulai ramai dengan orang-orang yang antri, mereka sudah tidak sabar ingin menonton pertunjukan Yoshioka Yui, penyanyi berbakat yang masih muda dan sedang naik daun.
Yoshioka Yui memandang pantulan wajahnya di cermin, dia tersenyum.
“Akhirnya hari ini datang juga.” Katanya.
Yui mulai memperhatikan riasannya, sebenarnya tidak ada yang perlu di khawatirkan. Tidak ada make up tebal di sana yang di khawatirkan akan luntur. Hanya bedak yang tipis dan lipstick coklat sewarna bibir, pakaiannya pun tidak menunjukkan dia seorang penyanyi terkenal. Yui hanya mengenakan jins, dalaman t-shirt putih, kemeja kotak-kotak yang di jadikan sebagai luaran dan di gulung lengannya, juga sepasang boots hitam. Itu yang membuat Yui berbeda dari penyanyi jepang saat ini, penampilannya sederhana. Tapi dia terlihat sangat sempurna di cermin itu, dia memiliki kecantikan alami dan itu menjadi image yang di jual Yui di antara maraknya operasi plastik yang di jalani artis-artis sekarang.
“Apa sudah siap?” menejernya mengetuk pintu.
“Iya, sebentar lagi aku keluar.” Kata Yui.
Tidak lama kemudian Yui keluar dari kamar ganti, semuanya sudah siap.
“Aku sedikt gugup.” Kata Yui pada menejernya.
“Santai saja, seperti baru konser pertama kali saja.” Menejernya menepuk pundak Yui.
Walaupun sudah pernah mengadakan konser besar, konser di Budokan adalah yang pertama baginya. Seperti yang di ketahui tidak semua penyanyi Jepang bisa merasakan konser di panggung Budokan, hanya penyanyi yang benar-benar terkenal yang bisa konser di tempat ini, dan itu menjadi kebanggaan tersendiri untuk Yui.
“Kau tinggal berjalan dengan keren.” Lanjut menejernya lagi.
“Kalau aku terjatuh si atas panggung bagaimana?” tanya Yui.
“Itu akan menjadi sejarah tidak terlupakan di panggung Budokan.”
Yui cemberut mendengar kata-kata menejernya, setelah di beri aba-aba Yui mulai muncul dari sisi panggung, sorak-sorai penonton mulai terdengar menyambut kedatangannya. Lampu panggung sudah di padamkan, hanya ada lampu untuk menyorotnya saat berjalan, Yui terus melangkah, tangannya memegang case gitar. Sambil berjalan dia berdoa agar tidak tersandung dan membuat sejarah di sini. Semakin dia mendekat ke arah penonton, teriakan penonton makin keras dan bergema di seluruh panggung Budokan, sebagian besar memanggil namanya. Akhirnya Yui sampai di bibir panggung, dia lalu duduk bersila di lantai. Mengeluarkan gitar dari casenya. Case gitar itu di letakkan di depannya, Yui mengeluarkan lilin dan korek api dari saku kemejanya, dia menyalakan lilin itu dan meletakkannya di atas case gitar. Tidak ada mike di sana, Yui hanya mengandalkan gema di ruangan itu untuk benyanyi. Penonton mulai hening saat Yui mulai memetik senar gitarnya.
Dare no tame ni ikite iru no?
Saenai hibi o sugoshite
Yowasa mo itami mo
Dono kurai kanjiteru no?
Tarinai kinou ni obore
Yume ni kaita kyou
Soroenakute mo yeah yeah
Yoake mae no matataku hoshi ha
Kiete itta no?
Asu he itta no?
Tomorrow never knows..
It`s happy line.
Suara Yui yang indah bergema di seluruh ruangan, penonton terhanyut dengan nyanyian Yui.
----
Tarinai kinou ni obore
Yume ni kaita kyou
Soroenakute mo yeah yeah
Suara nyanyian Yui mengalun dari siaran TV yang ditayangkan secara live. Seorang gadis berambut coklat sebahu melihat acara itu, dia lalu menekan remot dan mengganti ke saluran acara yang lain, tidak ada acara yang menarik hari ini, lalu dia mematikan TV. Gadis itu menggerakkan kursi rodanya hingga ke depan cermin besar yang terletak di tengah-tengah kamarnya, dia lalu mengambil sisir yang terletak di atas meja, dan menyisir rambutnya. Dia melihat pantulan wajahnya di cermin, matanya, hidungnya, mulutnya semua sama persis dengan Yoshioka Yui, dia adalah saudara kembar Yoshioka Yui, Yoshioka Aoi. Mereka berdua sangat mirip, keelokan yang di miliki Yui juga di milikinya. Tapi yang membedakan dirinya dengan Yui adalah kakinya, Aoi sudah cacat sejak lahir dia lumpuh dan terus berada di atas kursi roda.
“Mengapa wajahku harus sama dengannya? aku benci wajah ini.” Kata Aoi.
Sejak dulu dia selalu iri dengan Yui, iri karena Yui memiliki sepasang kaki normal. Yui yang bisa berlari dengan gembira dengan sepasang kaki utuh, sedangkan dia hanya meringkuk di kursi roda. Yui yang memiliki bakat menyanyi dan sekarang sudah menjadi penyanyi terkenal, dia benci kepada Yui. Benci saat Yui menceritakan kisah seru selama perjalanan konser, dia benci saat Yui dengan sombongnya menceritakan tempat indah yang dia kunjungi, sementara dia hanya meringkuk di kamar sendirian dan terus terkurung di sana bertahun-tahun.
Aoi merasa hidupnya tidak adil, keluarganya juga menunjukkan sikap pilih kasih padanya. Ayah mereka merupakan pengusaha cukup sukses, dan Ibunya wanita arogan yang selalu berusaha menjaga imagenya. Sejak kecil Aoi selalu di sembunyikan, seakan-akan dia adalah aib bagi keluarga, apa lagi sejak Yui menjadi penyanyi terkenal. Keluarganya semakin menyembunyikan keberadaannya, mereka tidak ingin wartawan tahu Yui mempunyai saudara kembar yang cacat.
Aoi mengalihkan pandangannya dari cermin, lalu dia menggerakkan kursi rodanya ke sebuah meja, meja yang penuh berisi kertas yang berisi manga buatannya. Aoi mulai menggambar manga itu, dan dia tersenyum. Dia berhenti bekerja saat pintu kamarnya di ketuk. Aoi membuka pintu, pelayan membawakannya makanan dan minuman. Ibunya berdiri di belakang pelayan dan berjalan masuk.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya ibunya.
Aoi mengacuhkan ibunya, pelayan rumahnya meletakkan serbet di pangkuan Aoi. Aoi mulai memakan makanannya.
“Mengapa tidak menjawab?”
Aoi berhenti mengunyah lalu menatap tajam pada ibunya.
“Mengapa selalu bertanya hal yang sama dan membosankan setiap hari?, mengurung aku di kamar ini bertahun-tahun kau tahu jelas keadaanku, mengapa masih pura-pura bertanya?”
“Baiklah, sepertinya kau tidak senang aku mengunjungimu.” Ibunya keluar dari kamarnya.
Aoi menatap sosok ibunya dengan penuh kebencian
To be continued…..
BERIKAN KOMENTAR JIKA TERTARIK MEMBACA KELANJUTANNYA...
No comments:
Post a Comment